INFO

30/random/ticker-posts

Bunga untuk Sapi...

Di tahun 2001, saya pernah melakukan perjalanan ke daerah Mamasa, Sulawesi Barat. Terus terang saja perjalanan ini adalah salah satu perjalanan terberat yang pernah saya lalui (ehm... sebenarnya ini perjalanan terjauh via darat yang pernah saya lewati). Perjalanan yang harus saya lalui demi membantu seorang teman untuk menggapai masa depannya. Dan finally sampai juga di bumi Mamasa. Sungguh mencengangkan buat saya kalau ternyata Mamasa sangat indah untuk ukuran Indonesia. Terletak di dataran tinggi membuat daerah ini memiliki banyak pohon cemara dan pinus. Coba saja bayangkan aroma pegunungan yang dipadu dengan aroma pinus yang sangat menyegarkan (jangan lama-lama membayangkannya ya..?!). Sebelum masuk ke Mamasa saja kita sudah disambut dengan udara sejuk dan membuat badan segar. Ini membuat rasa lelah dan penat dalam perjalanan dari Makasar seperti tersapu bersih. Memang untuk masa tinggal 3 hari di sana seakan-akan tidak cukup buat orang manado yang jarang sekali tamasya seperti saya. Tapi itu pun sudah lebih dari cukup untuk seorang mahasiswa yang masih harus balik ke kampus menyelesaikan studinya. Ini juga sudah lebih dari cukup buat saya untuk mendapatkan banyak pengalaman baru dan seru. Salah satunya terjadi ketika saya jalan-jalan mengelilingi Mamasa. Bagaikan seorang turis saya nekat jalan kaki menapaki jalan yang naik turun bukit, sambil tersenyum-senyum sendiri kayak "kabayan masuk kota" aja. Nah, saat jalan-jalan itu saya tertarik dengan pagar-pagar rumah yang ada di sana. Ya sebenarnya tidak ada yang istimewa dari pagar-pagar yang ada di sana, hanya pagar biasa dan normal seperti pagar-pagar rumah yang ada di Manado, kampung halaman tercinta. Yang menarik justru "rumput-rumput" yang tumbuh di sekitar pagar mereka. Rumput-rumput itu begitu unik karena menurut saya apa yang mereka bilang rumput itu bukanlah rumput biasa. Iseng-iseng saya sempat bertanya ke Kepala Desa, hehehe... bukan ding, cuma ke sorang bapak yang lagi narik-narik sapi. "Pak, bunga-bunga ini tidak pernah dipetik ya?" tanya saya dengan wajah ingin tahu. "Bunga yang mana?" si bapak balik nanya. "Ini pak, bunga yang tumbuh di sekitar pagar rumah ini...." sambil menunjuk ke arah bawah pagar. "Oh itu bukan bunga. Itu hanya rumput biasa. Banyak rumput kayak begitu di sini. Dekat kandang sapi saya juga banyak." jawab bapak simple. Jawaban yang mengejutkan sekaligus menyenangkan buat saya. "Kami biasa pake rumput itu untuk menyumbat (maaf...) puting susu sapi yang habis diperah susunya. Karena rumput itu tidak bikin luka dan tidak lekas busuk" tambah si bapak sambil berjalan pergi dan masih narik-narik si sapi. Dengan rasa tidak percaya saya memetik beberapa tangkai "rumput" tadi untuk saya amati kalau-kalau saya salah lihat. Dari atas ke bawah, diputar, dijilat,.... ehm bukan, maksudnya dilihat dari berbagai sisi, tapi tetap saja saya paada kesimpulan awal. Kesimpulan yang sama yang diberikan oleh teman-teman di Manado ketika "rumput" itu saya bawa pulang ke sana. Dan sama seperti saya yang terkejut, teman-teman juga sangat terkesima karena rumput yang saya bawa pulang dari Mamasa adalah BUNGA EDELWEISS. Saya yakin benar kalau itu adalah Edelweiss karena dari SMP saya sering aktif mendaki gunung dan sudah kenal betul dengan bunga tersebut. Malahan di Manado, di seluruh dunia juga kalee, bunga ini sangat favorit sebagai oleh-oleh para pendaki gunung. Ya iyalah, bunga abadi dan sering dipakai untuk melambangkan cinta.... Well saya pulang dari Mamasa membawa 1 dos besar berisi Bunga Edelweiss dan menjadi oleh-oleh buat teman-teman di Manado. Lumayan, berkat Edelweiss saya sempat ngetop di antara teman-teman karena mana ada orang di manado yang mau bagi-bagi Edelweiss, nyarinya aja susah. Satu hal yang menarik buat saya, kenapa Bunga tersebut begitu terkenal di seluruh dunia tapi di Mamasa hanya dipakai untuk nyumbat puting susu Sapi? Kenapa Tuhan bisa menutupi kenyataan terkenalnya Edelweiss kepada orang-orang Mamasa? Si Tuhan hebat banget ya... Dia punya cara sendiri untuk menjaga alam ciptaanNya dari tangan-tangan para perusak (seperti saya juga... hehehe)

Posting Komentar

0 Komentar