INFO

30/random/ticker-posts

Lebih dalam dengan para Raja

Kisah orang Majus identik dengan kisah Natal. Dari seluruh Alkitab hanya muncul pada saat Tuhan Yesus lahir. Banyak misteri menyelubungi. Siapa mereka? Berapa orang? Dari mana asalnya? Tidak jelas. Sebagaimana yg terjadi pada peristiwa² diselubungi misteri muncul banyak legenda dan kisah sampingan, begitu juga dengan kisah orang Majus. Legenda dan kisah sampingan itu, misalnya, orang Majus berasal dari Persia (orang bijaksana dari agama zoroaster). Tradisi Eropa: namanya Baltazar (Kulit hitam, berjenggot lebat, mur)Melkior (tua berambut putih berjanggut panjang, mas), Kaspar (muda tanpa jenggot, kulit kemerah2an, kemenyan). Bahkan konon pula katanya, ada orang Majus keempat, namanya Artaban, yang tercecer dari ketiga temannya – (tradisi suriah) Larvandad, Hormisdas, dan Gusnasaf – Kagba dan Badaldilma (tradisi Armenia).
Injil Matius sendiri hanya menyebut orang² Majus dari Timur (Jadi tidak pernah disebutkan tiga orang, seperti umumnya yang ditampilkan di drama-drama atau kartu-kartu Natal) – Matius bukan mau menulis sejarah, tetapi mau menyampaikan kesaksian iman. Karena itu yang dipentingkan bukan detail fakta, tetapi makna berkenaan dengan iman: bahwa berita Sang Raja yang baru lahir itu melewati batas² geografis; diakui dan dipercayai juga oleh bangsa lain. Karenanya jauh² mereka datang untuk menyembah-Nya.

Tema kita: Natal, Sosok Sang Raja. Raja, berasal dari Bahasa Sansekerta rājan. Artinya merujuk pada seseorang yang memimpin sebuah kerajaan; memegang jabatan paling tinggi dalam sebuah kelompok. Dalam sejarah ada banyak sekali raja termashur di dunia. Mulai dari Raja Daud, Salomo, sampai Raja² di dunia lebih modern. Berbicara tentang raja, maka yang terlintas adalah istana megah dengan puluhan bahkan ratusan pengawal yang siap melayani kapan saja. Kekuasaan yang tak terbatas. Pendek kata ”raja” adalah simbol kemegahan dan kehormatan. Tidak heran kalau orang majus pun, ketika mencari Raja yg baru lahir, pertama-tama datang ke istana Herodes.
Lewat kisah orang Majus kita akan melihat ”sosok” lain dari seorang raja. Bukan semabarang raja, tetapi Raja segala raja. Dia memang lahir tidak dengan gelimang kemewahan materi, tetapi kelahirannya ditandai dengan nyanyian megah bala tentara dorgawi. Dia lahir di kota kecil di kandang ternak, tetapi gemanya sampai ke negeri jauh. Dia lahir dari kalangan sederhana di kelilingi orang² sederhana, tetapi bahkan para majus dari timur pun datang menyembah-Nya.
Tiga hal yg ditunjukkan oleh para Majus itu:
A. Mereka datang dari negeri jauh ke Betlehem. Menempuh perjalanan yg tidak gampang; padang gurun yang luas dan ganas (naik unta, bukan kendaraan kayak rally Paris Dakar), belum ancaman binatang buas dan perampok. Secara manusiawi bisa saja mereka berpikir, ”Hanya untuk memberi persembahan, koq harus susah² begini!” (Bandingkan kita ketika mau ke gereja; hujan deras, acaranya pagi hari pula, masih ngantuk, trus cari taxi susah, bis juga tumben gak datang². apa kita akan maju terus?) --- Para majus itu maju terus. Tantangan dan rintangan tidak menyurutkan langkah mereka untuk menghadap Sang Raja yang baru lahir: menyembah-Nya.
B. Mereka pertama-tama datang ke Istana Herodes. Wajar, seperti dijelaskan di depan, gambaran manusiawi seorang raja adalah megah dan mewah. Bisa jadi dalam benak para majus itu pun demikian; mereka membayangkan istana megah, sederetan pengawal yang gagah, berharap sambutan yang gegap gempita --- tetapi apa kenyataannya? Hanya bayi sederhana, dari orang tua sederhana pula, di tempat yg sederhana. Undurkah mereka dari tujuan semula? Kecewakah mereka? Tidak. Mereka tetap menyembah-Nya.
Bandingkan dengan kita: ketika kita memutuskan untuk mengikut Kristus, percaya kepada-Nya, melayani-Nya, bisa jadi kita punya punya bayangan dan harapan ideal. Tetapi ketika kenyataan yang dihadapi ternyata jauh dari harapan dan gambaran semula. Kita berharap sukacita yang ketemu justru kekecewaan, kita berharap uluran tangan penuh kasih saudara seiman, yang kita dapat justru intrik dan ambisi. Kita berharap hidup lurus dan mulus, yang kita dapatkan justru jalan berliku berbatu terjal ---- lalu undurkah kita? Kecewa? Mutung? Para Majus tidak surut dari komitmennya semula. Mereka tetap sujud di hadapan Sang Bayi Kudus itu, memberikan persembahan² berharga yang jauh² dibawanya: mas, kemenyan dan mur.
C. Mereka membawa hadiah² berharga untuk dipersembahkan. Mereka datang bukan untuk meminta berkah, tetapi untuk memberi.
Bertolak dari itu, kita bisa menyimpulkan (merekonstruksi) tentang sosok Sang Raja Segala Raja itu:
  1. Dia Raja yang bahkan untuk menyembahnya, mengikuti-Nya layak diperjuangkan, diprioritaskan. Dia tidak menjadikan jalanan yang aman dan nyaman, tetapi Dia menjanjikan penyertaan, ”Aku menyertaimu sampai akhir zaman.” demikian IA pernah berkata. Untuk mengikut Kristus, untuk hidup sebagai pengikut-Nya, untuk melaksanakan kehendak-Nya – tidak jarang kita harus berhadapan dengan berbagai tantangan dari luar; mungkin ejekan teman, mungkin sikap sinis keluarga, kalau di Indonesia mungkin susah naik pangkat dan meniti karier di pemerintahan, dsb. Jangan kecil hati, maju terus seperti para Majus. Jerih lelah kita untuk Sang Raja tidak akan sia².
  2. Dia Raja yang berdaulat; tidak selalu memenuhi apa yg kita harapkan, bayangkan, bahkan impinkan. Tetapi Dia tidak akan mengecewakan ---- Ketika kita memutuskan untuk melayani-Nya, mengikuti-Nya, secara manusiawi kita punya harapan dan gambaran bagus, tetapi kenyataan kan tidak selalu demikian – Seperti Paulus (karier cemerlang sebagai tokoh muda Yahudi ia tinggalkan, tetapi yg ia terima aniaya (bahkan doanya 3 kali minta kesembuhan, mala Tuhan tidak kabulkan) – Dalam situasi demikian seperti Paulus, seperti para Majus, jangan undur, jangan surut dari tujuan semula melayani dan menyembah Dia.
  3. Dia Raja yang layak menerima sembah hormat dan pemberian yang terbaik dari kita. Sisihkan bukan sisakan. --- Para Majus itu membawa: mas, kemenyan dan mur ---- tahun lalu ingat pada waktu Natal kita bicara kelirumologi Natal. Ada beberapa kekeliruan di seputar natal yg kerap tidak lagi dilihat sebagai kekeliruan. Dari yg beberapa itu salah satunya dan yg termasuk paling ”parah” – Natal identik dengan menerima, bukan memberi. (bisa ajdi karena budaya kita: anak² sejak kecil dibiasakan menerima hadiah Natal, bukan memberikan hadiah Natal kepada yg butuh) Padahal Natal sesungguhnya adalah saatnya untuk memberi. Apa hadiah or persembahan yg akan anda berikan untuk Tuhan pada Natal tahun ini.
Tidak harus dalam bentuk materi, tetapi terutama hati kita, hidup kita, komitmen kita (untuk melayani Dia lebih baik lagi, untuk mengubah sifat dan sikap buruk).
Sudahkah kita menentukan hadiah apa untuk DIA tahun ini? AMIN.

Posting Komentar

0 Komentar