INFO

30/random/ticker-posts

Seri Cerita EDO : Misteri Surga di bawah Telapak kaki Ibu

Ah... sekian lama si Stanly tidak lagi datang meminta kisah untuk diposting ke Hati Pitate, eh tiba tiba di bulan September kemarin dia muncul lagi. Belum sempat kutanya alasan kenapa minta cerita lagi, dia langsung saja berangkat meninggalkanku dengan pesan "ditunggu ya email ceritanya..."

Berhubung kurang persiapan maka akhirnya aku memberikan cerita ini untuk dia posting di Hati Pitate. Semoga tetap berkesan.

Kisah ini bercerita tentang seorang Ibu Rumah Tangga yang luar biasa tangguh. Nama ibu itu adalah Nini. Mungkin beliau punya nama panjang lain tapi aku tahunya beliau selalu dipanggil Bu Nini. Aku pun tidak pernah bertanya siapa nama beliau sebenarnya karena tidak terlalu mengenalnya. Aku mau berbagi cerita ini berdasarkan pengamatanku pada kehidupan Bu Nini. Jadi mungkin terkesan berat sebelah dan tidak lengkap kisahnya. Tidak ada maksud apa pun di balik itu tapi aku mau bagikan kisah menariknya beradasarkan juga apa yang sering kudengar dari pembicaraan oang lain.

Bu Nini bukan asli orang Manado sebenarnya tapi kalau melihat lamanya dia tinggal di Manado justru lebih lama dibanding masa hidupnya di daerah asal. Bu Nini aslinya keturunan suku Sunda di Jawa Barat. Pindah ke Manado karena ikut suaminya yang asli orang Manado. Mereka bertemu di sebuah pabrik tekstil di Jakarta, tempat mereka berdua bekerja. Setelah menikah, suaminya memboyong Bu Nini untuk tinggal bersama keluarga besar di daerah Manado.

Di Manado Bu Nini tinggal di lingkungan yang sama sekali baru dan asing baginya. Keluarga suaminya walau termasuk berada, tapi seperti keluarga-keluarga lainnya, tentu punya banyak persoalan dan masalah yang dihadapi. Mulai dari masalah kakak beradik hingga ke urusan keluarga besar dengan sanak famili yang cukup banyak.

Itu belum seberapa, kisah utamanya baru dimulai ketika mereka memiliki anak pertama. Kehidupan mulai terasa berat karena setelah pulang dari jakarta, sang suami agak kagok untuk mencari pekerjaan di daerah asalnya sendiri. Tapi syukurlah Tuhan menolong suami Bu Nini dengan memberikannya pekerjaan sebagai sopir di sebuah perusahaan swasta. Tugas utamanya adalah mengantar barang-barang elektronik pesanan pelanggan. Jauh maupun dekat, sudah jadi tugas suaminya utk mengantarkan dengan selamat ke tangan pembeli.

Karena sering ke luar kota, suaminya kemudian sering terlibat dengan cinta satu malam di perjalanan. Maklumlah sering jauh dari istri pas pulang rumah sudah kelelahan dan langsung terlelap. Hingga akhirnya malang menimpa, beliau terkena penyakit kelamin yang juga berbahaya buat Bu Nini. Bahkan anak kedua yang baru berumur beberapa minggu harus digugurkan karena pengobatan penyakit tersembunyi ini.

Pengembaraan sang suami terhenti setelah itu, tapi justru kesalahannya berpindah ke minuman keras. Anak kedua, semestinya anak ketiga, lahir di situasi yang sulit. Tapi sekali lagi Tuhan menolong keluarga ini. Ketika si anak kedua lahir sang suami tetap bertindak sempurna sebagai seorang suami. Dia sigap mendampingi istri dan anak yang pertama, tapi tetap serius dalam bekerja. Semua normal-normal saja.

Singkat cerita mereka mendapatkan rahmat dari Tuhan beberapa tahun kemudian dengan kelahiran anak ketiga. Semua juga berjalan dengan semestinya walau kadang penuh liku akibat kelakuan suami. Pindah-pindah kerja sampai akhirnya jadi supir angkot yang tidak bisa dikatakan baik juga.,.

Bu Nini adalah tipe perempuan yang sabar dan takut akan Tuhan. Menghadapi beban hidup dan pola laku suami yang seperti itu tidak membuat dia goyah tapi semakin tekun dalam persekutuan dan bersaksi juga buat Tuhan. Maka dari itu Tuhan tidak pernah tinggal diam.

Masalah belum selesai, pasca tekanan berat untuk menyekolahkan anak pertama hingga mencapai gelar S1, Bu Nini menghadapi masalah dari anak kedua yang baru lulus SMA tapi sudah mau menikah karena kecelakaan. Anak keduanya diberkati bersama istri saat isi perut sang menantu sudah 4 bulan. Malu memang tapi Bu Nini tidak menyerah, menurut dia pernikahanlah yang akan menyelamatkan keluarganya dari aib.

Setelah itu Bu Nini masih lagi menjadi pengasuh kedua cucu dari anak kedua ini sambil berusaha keras menyekolahkan anak ketiga. Dia menjadi papa, mama, sekaligus oma karena suaminya meninggal saat anak ketiga masih duduk di bangku SMP. Di tahun 2015 di masih lagi dibebani menjadi pengasuh dari 2 orang cucu tambahan dari anaknya yang pertama karena ibu mereka meninggal setelah anak kedua mereka lahir.


Wow banget kisahnya Bu Nini. Sepertinya tidak ada saat dia mengecap kebahagiaan dalam hidup berkeluarga. Saat ditanya apa rasanya hidup yang dia alami, jawabnya,"Saya senang dan bersyukur dengan semua yang saya alami. Saya tidak lelah dan menolak keadaan yang terjadi karena saya percaya Tuhan tidak meninggalkan saya. Kalau pun Tuhan meluaskan ini terjadi pada saya, maka pasti Tuhan tidak meninggalkan saya. Biar saja jatah bahagia nanti ambil sekalian di Surga... hehehe..."

Ya itu benar. Bu Nini sudah lengkap merasakan hidup ini. Menikah dalam usia masih muda yaitu 17 tahun, jadi sangat cepat berpisah dari keluarga dan tidak merasakan sukacita masa muda. Dia sudah merasakan dikhianati dan ditinggal mati oleh suami. Dia bertahan dalam hidup berkekurangan demi sekolah anak-anaknya. Dia menjadi mama dan oma yang berkelanjutan, bahkan sampai saat ini. Dia juga menjadi penampung bagi ketiga anaknya yang tinggal serumah dengannya saat ini. Dia adalah istri, mama, dan oma yang tabah dan tahan menghadapi hidup yang sangat keras padanya.

Itulah figur seorang ibu. Tidak sedikit yang bernasib sama seperti Bu Nini. Maka tidak heran rasanya ketika menghayati dan memahami peribahasa lama, yaitu SURGA DI BAWAH TELAPAK KAKI IBU. Saya teringat sebuah kalimat terkenal di Alkitab : Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi dia. Anda pasti mengenal ayat ini kan?

Seorang ibu seperti Bu Nini memang ditempa oleh banyak pencobaan hidup. Dan siapa pun yang bertahan akan menerima Mahkota Kehidupan. Bisa dipahami siapa pun yang menerima Mahkota Kehidupan pasti akan berdiri di Surga, alias menginjak Surga, dan Surga ada di telapak kakinya. Demikian juga dengan jalannya yaitu jalan menuju ke Surga, jadi sangat layak kalau kita meneladani dan mengikuti ketahanan dan ketabahan seorang ibu. 

Posting Komentar

0 Komentar